Seorang Guru Dalam Pandangan Islam



Sifat Guru dalam Pandangan Islam


Ada apa dengan guru hari ini sehingga perlu ditinjau eksistensinya dari persfektif Islam? Secara teoretis, guru merupakan ujung tombak dalam pencapaian proses pembelajaran yang berkualitas dan produktif. Dengan demikian, guru memiliki peran yang cukup vital dan strategis dalam dunia pendidikan.
Sikap guru yang lebih mengedepankan aspekk material, atau memakai istilah Ahmad Tafsir, hubungan yang bersifat untung rugi (ekonomis) (Ahmad Tafsir, 1994; 77) dalam menjalankan tugas profesinya menunjukan sebagian guru sudah mengalami disorientasi dalam melihat eksistensinya. Perubahan paradigma guru dalam melihat eksistensinya itu sejalan dengan perubahan paradigma mereka dalam memandang hidupnya (world view).
Pendidikan dalam Islam tak bisa dilepaskan dari upaya-upaya da’wah islamiyah-penyebaran, dan penanaman dasar-dasar kepercayaan dan ibadah Islam. (Azyumardi Azra, 1999; VII) Da’wah Islamiyah di sini dalam pengertian menyampaikanmisi-misi keislaman yang rasional, damai dan beradab.
Untuk itu, Islam menekankan kepada para “penyampai misi keislaman” itu harus memiliki sejumlah karakteristik yang tak lain sejalan dengan nilai-nilai Islam itu sendiri. Adapun karakteristik guru menurut pandangan Islam antara lain:

Al-Abrasy menyebutkan 19 macam, yaitu:
1.           Zuhud: tidak mengutamakan materi, mengajar mencari keridhaan Allah Ta’ala.
2.           Bersih tubuhnya: penampilan lahiriahnya menyenangkan.
3.           Bersih jiwanya: tidak mempunyai dosa besar.
4.           Tidak ria.
5.           Tidak dengki dan iri hati.
6.           Tidak menyenangi permusuhan.
7.           Ikhlas dalam menjalankan tugas.
8.           Sesuai perbuatan dengan perkataan.
9.           Tidak malu untuk mengatakan tidak tahu.
10.       Bijaksana.
11.       Tegas dalam perbuatan dan perkataan, tapi tidak kasar.
12.       Rendah hati (tidak sombong).
13.       Lemah lembut.
14.       Pemaaf.
15.       Penyabar.
16.       Berkepribadian.
17.       Tidak merasa rendah diri.
18.       Bersikap kebapakan atau keibuan.
19.       Mengetahui karakter murid.

Ibnu Sina  menambahkan 4 macam, yaitu:
1.        Tenang.
2.        Tidak bermuka masam.
3.        Tidak berolok-olok di depan anak didik.
4.        Sopan santun.

Mahmud Yunus menyebut 10 macam, yaitu:
1.        Menyayangi murid dan memperlakukan mereka seperti anak sendiri.
2.        Selalu menasehati murid.
3.        Memperingatkan murid bahwa menuntut ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala bukan untuk kepentingan duniawi.
4.        Melarang murid dengan lemah lembut bukan dengan caci maki.
5.        Memulai pelajaran yang mudah dan banyak terjadi dimasyarakat.
6.        Tidak merendahkan pelajaran lain yang tak diajarkannya.
7.        Mengajar sesuai dengan kemampuan murid.
8.        Mengajar murid untuk berpikir bukan semata-mata menerima apa yang diajarkan guru.
9.        Mengamalkan ilmu.
10.    Memperlakukan murid dengan adil.

Dari pandangan guru Muslim diatas, terkesan adanya percampuran antara tugas dan sifat guru. Namun pandangan mereka tentang sifat guru itu bisa disederhanakan menjadi:
1.        Kasih sayang kepada anak didik.
2.        Lemah lembut.
3.        Rendah hati.
4.        Menghormati ilmu yang bukan pegangannya.
5.        Adil.
6.        Menyenangi ijtihad.
7.        Konsekuen, perkataan dan perbuatannya.
8.        Sederhana.

Ilmu pengetahuan pada hakekatnya bersifat “tetap dan diam”, moralitaslah yang memberikannya “ruh” sehingga dia bisa bergerak (berfungsi) dengan baik (Syekh Ibrahim bin Ismail, tt; 16). Seorang guru yang tingkat “keikhlasan”nya tinggi dalam mendidik akan merangsang (memotivasi) anak didik untuk mencapai prestasi yang baik. Seorang guru yang memiliki integritas dan kejujuran akan membuat anak didik mempunyaii semangat untuk maju dan berkembang.
Ada tiga istilah utama dalam menyebut guru dalam proses pendidikan Islam, yaitu Murabbi, Mu’allim dan Muaddib. Istilah Murabbi lebih mengacu kepada makna guru dalam kapasitasnya sebagai pengajar sekaligus pendidik. Kata Mu’allim lebih berorientasi kepada pengajar saja. Sedangkan istilah Muaddib lebih bermuara kepada makna pembimbing atau pembina (Hasan Langgulung, 2003; 2-3)
Dalam Islam, guru mendapatkan posisi yang sangat tinggi dan mulia. Asama Hasan Fahmi menyebutkan beberapa hadits tentang kemuliaan kedudukan guru itu yang artinya sebagai berikut:
1.        Tinta seorang ilmuan (yang menjadi guru) lebih berharga dari pada darah Syuhada (orang yang syahid).
2.        Orang yang berpengetahuan melebihi orang yang senang beribadat, yang berpuasa dan menghabiskan waktu malamnya untuk mengerjakan shalat, bahkan melebihi kebaikan orang yang berperang di jalan Allah.
3.        Apabila meninggal seorang ‘Alim, maka terjadilah kekosongan dalam Islam yang tidak dapat diisi kecuali oleh seseorang ‘Alim yang lain.

Ayat Al-Qur’an sendiri menjelaskan bahwa orang-orang berilmu itu diangkat kedudukannya oleh Allah Ta’ala (Q.S. al-Taubah: 122)

Kutipan dari: Amrizal M. Ag, Membangun Islam yang Cerdas, Damai dan Menyejukkan, Penerbit Alaf Riau, Pekanbaru, 2012.

Related Posts:

0 Response to "Seorang Guru Dalam Pandangan Islam"

Posting Komentar

Gambar tema oleh sndr. Diberdayakan oleh Blogger.

The Memorize

The Memorize
keluarga besar SMAN 3 Bengkalis, kelas 3 ipa 2

Popular Posts

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *